Wednesday 22 October 2014

Hari Tanpa Bra Warnai Peringatan Bulan Kanker Payudara Dunia

www.obatherbaltradisionalkanker.blogspot.com


Oktober merupakan bulan untuk memperingati penyakit kanker payudara. Penyakit ini paling banyak diderita oleh wanita dan merupakan penyakit mematikan nomor dua bagi wanita. Tak heran jika kanker payudara diperingati dengan simbol warna pink atau merah jambu, yang memberikan kesan feminin.

Seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menggelar berbagai kegiatan untuk menunjukkan kepedulian terhadap kanker payudara. Bahkan, ada yang menyebut 13 Oktober sebagai gerakan No Bra Day atau Hari Tanpa Bra untuk mendukung kepedulian tersebut. No Bra Day dengan tanda pagar (tagar) #NoBraDay ini pun menjadi trending topic dunia di media sosial Twitter dan menuai kontroversi.


Banyak netizen di Indonesia yang tidak setuju dengan gerakan ini menyatakan, tidak ada kaitan antara bra dan kanker payudara. Selain itu, gerakan No Bra Day juga dinilai tidak sesuai dengan budaya Timur yang berbeda dengan budaya Barat.
"No association found between wearing a bra and breast cancer #nobraday," tulis akun Twitter @sipietz.
Sementara itu, akun @StandUpIndoPWR menuliskan, "INFO : Sebuah perusahaan farmasi terkemuka asal Inggris, Zeneca, yang menggagas program the National Breast Cancer Awareness. #NoBraDay".
"INFO : Di program ini mereka mempromosikan penggunaan mammografi sebagai instrumen ampuh untuk menanggulangi kanker payudara. #NoBraDay," lanjut akun @StandUpIndoPWR.

Lantas apakah memang penggunaan bra dapat memengaruhi risiko kanker payudara? Perdebatan ini juga masih berlangsung. Namun, sejauh ini, belum ada bukti mengenai penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan bra berkaitan dengan kanker payudara. Studi terbaru menunjukkan bahwa pemakaian bra tidak memicu kanker.

Penelitian tersebut melibatkan 1.500 wanita yang sudah dalam masa pasca-menopause. Ternyata, tidak ada perbedaan risiko kanker payudara, baik bagi mereka yang menggunakan bra, maupun tidak.
Dalam asumsi sebelumnya, peneliti menganggap bra yang ketat, terutama jenis yang menggunakan kawat, dapat menghalangi proses pembuangan limbah tubuh melalui kelenjar limfa. Akibatnya, pembuangan toksin menjadi terganggu dan membuat paparan zat kimia karsinogenik semakin banyak.
Rumor mengenai kaitan kanker payudara dan penggunaan bra ini bermula dari munculnya buku Dressed to Kill. Dalam buku itu dituliskan bahwa menggunakan bra yang cukup ketat berisiko terhadap kanker payudara.

Kontroversi mengenai buku ini pun menarik perhatian sebuah tim dari Universitas Washington untuk segera meneliti kebenarannya. Mereka mempelajari 1.513 wanita berusia 55 sampai 74 tahun. Lebih dari 1.000 orang ternyata didiagnosis kanker jenis invasive ductal carcinoma (IDC) ataupun invasive lobular carcinoma (ILC), sementara sisanya sehat.

Setelah itu, para peneliti mewawancara satu per satu wanita tersebut. Mereka menanyakan ukuran dan lingkar bra, umur saat wanita itu mulai menggunakan bra, apakah jenis bra mereka menggunakan kawat, durasi pemakaian setiap hari, dan berapa hari penggunaan per minggu pada waktu-waktu tertentu.
Hasilnya, peneliti tidak menemukan bukti adanya hubungan antara kanker payudara dan semua variabel itu.
Mahasiswa doktoral yang memimpin penelitian ini, Lu Chen, mengatakan bahwa, awalnya, pertanyaan seberapa sering mereka menggunakan bra menjadi penting.

"Namun, studi kami tidak mendapat bukti bahwa penggunaan bra meningkatkan risiko terkena kanker payudara," ungkap Chen, seperti dikutip dari situs dailymail.co.uk, beberapa waktu lalu.
Risiko kanker payudara tidak dipengaruhi dari durasi pemakaian bra per hari, apakah jenis bra menggunakan kawat, atau usia awal memakai bra.

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
Caring by Sharing
Penulis : Dian Maharani |www.kompas.com
Editor :
Lusia Kus Anna
 

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...